Sabtu, 03 Maret 2012

Hal sederhana untuk menjadi pemimpin


Pelajaran sehari
Kepemimpinan adalah sebuah seni
Mau jadi orang sukses, harus bisa ngambil pelajaran dan hikmah dari setiap hal yang pernah dijalaninya. Sesederhana apa pun, nggak semua orang loh bisa dan terbiasa melakukannya. Hm, saya juga mau coba gitu deh. Kebetulan juga lagi pingin senam jari di atas keyboard laptop.
Nggak lama sih, tapi saya sudah memasuki dunia leadership. Mulai dari ikut pelatihan, workshop, organisasi intra dan extra kampus, jadi ketua tim, sampai jadi fasilitator leadership training juga. Alhamdulillah, kemampuan memimpin saya mungkin sudah di atas rata-rata, meski masih perlu banyak belajar dari pemimpin-pemimpin role model saya seperti Steve Jobs dan Bu Rektor saya.

Beberapa hari yang lalu, saya sempat approve tawaran teman untuk kerja kontrak proyek 1 bulan di sebuah perusahaan besar. Bukan kok, bukan perusahaan semen. Juga bukan di Gresik kok. Intinya, di situ sedang ada roll out pergantian software ERP-nya. Nah, karena kekurangan orang, saya dihubungi teman untuk ikutan. Pikir saya, mumpung lagi liburan, oke aja. Sapa tahu dapat pengalaman dan link.
Tapi karena suatu hal yang penting dan mendesak, saya membatalkannya. Untung belum kontrak, masih sehari aja ngantor di sana. Tapi gimana-gimana tetep sungkan sih. Padahal lumayan loh bayarannya. Hehe…
Ups, tapi bukan itu intinya.
Dari sehari di sana, ada hal yang bisa saya pelajari, terutama tentang kepemimpinan. Pertama, seorang pemimpin sebuah tim itu sebaiknya menghafal nama-nama anggotanya, setinggi apa pun jabatannya. Sebuah hal sederhana bukan? Tapi saya merasakannya sendiri waktu kerja itu. Saya merasa lebih dianggap ketika nama saya dipanggil oleh pemimpin I, meskipun cuma diajak ngobrol hal gak terlalu penting, daripada dipanggil “hei kamu” oleh pemimpin Z, meskipun dikasih tugas yang mengasyikkan.
Refleksi saya pribadi, sepertinya saya harus memperbaiki diri. Saya kalau dalam tim baru yang jumlahnya di atas 10 orang, pasti lama kenalnya. Gawat nih, bisa-bisa menurunkan loyalitas anggota. Perlu diubah secepatnya.
Kedua, seorang pemimpin harus mengerti dengan sejelasnya seberapakah kapasitas skill bawahannya. Ini dilakukan agar bisa memberikan tugas yang tepat kepada orang yang tepat. Kalau tugasnya berat, dikasihkan ke anggota yang skillnya kurang gimana? Di satu sisi, memang bisa memicu untuk berkembang, tapi di sisi lain bisa memberikan tekanan tersendiri. Kalau tugasnya terlalu ringan, dikasihkan ke anggota yang skillnya bagus, gimana? Di satu sisi, pekerjaan lebih cepat selesai dan beres dengan rapi, tapi di sisi lain bisa menurunkan semangat dan jiwa tantangan si bawahan. Itu yang saya rasakan saat saya merasa akan diberi tugas “ecek-ecek” jadi Pentil Tutik (Penerima Tilipun dan Tukang Ketik), sementara saya rasa skill saya bisa jauh di atas itu (bukan sombong).
Refleksi pribadi, saya sendiri ternyata kadang kurang bisa seperti itu. Perfeksionis saya, kadang memaksa suatu hal yang saat itu masih nggak mungkin dilakukan secara cepat oleh anggota saya. Kadang juga, saya terlalu menyepelekan suatu pekerjaan.
Ketiga, seorang pemimpin harus berkorban waktu dan tenaga lebih banyak daripada anggotanya. Bisa dilihat waktu sehari itu, pak pemimpin nggak pulang-pulang meski kerjaannya sudah selesai. Apa yang dia lakukan? Nemenin anggotanya yang masih ngelembur sampai jam 1 pagi, meski cuma ngobrol dan bercanda. Ini juga yang dilakukan Bu Rektor saya, yang datang pagi-pagi sekali ke kampus, dan pulang paling akhir. Sebuah pemimpin dengan gaya kepemimpinan menjadi role model yang baik.
Refleksi pribadi saya, kadang saya masih menyepelekan. Karena sudah menjadi pemimpin, datang telat nggak masalah. Karena sudah jadi pemimpin, ngerasa dapat hak yang lebih. Nggak boleh, nggak boleh seperti itu lagi.
Masih banyak hal-hal yang perlu dipelajari untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, di mata anggotanya, maupun di mata orang lain yang bukan dalam tim tersebut. Saya juga masih belajar, dan visi saya sebagai pemimpin adalah jadi pribadi yang baik, menjadi pemimpin dan anggota bagi sekitar saya, dan bisa membawa yang saya pimpin untuk bersama menjadi lebih baik. Amiiin.

Sumber : http://blog.haqqi.net

Ciri Orang Sukses


Saya pasti jadi orang sukses…
Bola Kristal Peramal Masa Depan
Meramal masa depan? Sampai saat ini saya belum menemukan guru ramal, karena emang nggak nyari. Tapi, masa depan apa emang bisa diramal? Kalau ada yang bisa bikin ramalan yang 100% tepat, hidup gak akan seru lagi donk. Lagian, yang namanya ramalan bisa jadi sebuah paradox yang bias.
Misal, saya sudah bisa meramal, anggap saja 100% tepat. Jika ramalan saya menggambarkan 1 jam lagi: ketika saya jalan, saya kepleset kulit pisang, apa yang bisa saya lakukan? Kalau dari satu sisi, saya tahu itu akan terjadi, maka saya bakal berusaha sekuat tenaga untuk menghindarinya. Loh, kalau saya berhasil menghindari, berarti ramalan saya malah gak tepat donk? Kan tadi katanya 100% bakal jatuh kesandung batu. Itu baru kesandung batu. Kalau ramalan saya lebih buruk?

Halah, buat saya, daripada meramal, mending mencetak masa depan. Orang sukses itu adalah orang yang bisa mengetahui, apa yang harus dilakukannya besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan, bahkan sampai 30 tahun ke depan. Ingat, bukan mengetahui apa yang akan terjadi, tapi mengetahui apa yang harus dilakukan agar sesuatu yang diinginkan itu terjadi.
Ya jelas lah, pertama-tama harus nentuin tujuannya. Gimana bisa mencetak masa depan kalau gak tahu pingin jadi apa. Contohnya? Simpel. Misal, saya mau tahun depan jadi manager di PT A. Saya mau lima tahun lagi sudah jadi ayah 2 orang anak yang sholeh. Saya mau 10 tahun lagi bisa santai duduk-duduk sambil baca majalah di gazebo rumah sendiri di senin pagi. Itu sudah merupakan bayangan masa depan loh. Daripada jadi orang yang nggak tahu besok pinginnya ngapain.
Setelah nentuin tujuan, pastinya ada rencana untuk menggapai tujuan itu. Kalau kepingin jadi pemilik sekolah swasta terfavorit, berarti harus ada rencana untuk mempelajari seputar bisnis pendidikan. Kalau kepingin jadi CEO bank dunia 4 tahun lagi, berarti harus belajar ekonomi sekuat tenaga dalam waktu 4 tahun kurang. Kalau kepingin jadi artis top yang gak cuma nge-boom awal-awal aja, berarti harus bisa menampilkan talent-nya sebaik-baiknya.
Alangkah baiknya kalau semua tujuan dan rencana itu tertulis di atas kertas. Sering saya ikutan seminar motivasi dan leadership seperti itu. Sering juga para trainer itu mengatakan bahwa “dream should be written”. Tulis semuanya, jabarkan sedetail-detailnya, ceritakan kepada orang-orang terdekat, dan yakinkan dalam hati. Ini sama seperti doa pada umumnya. Tentunya dibarengi dengan ikhtiar, berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya.
Susah untuk mendetailkan apa yang ingin dilakukan 5 tahun ke depan? 3 tahun ke depan? Atau 1 tahun ke depan? Ya latihan dulu aja dari yang sederhana. Bikin rencana untuk besok mau melakukan apa aja. Jam 8 kuliah. Jam 11 online cari tutorial. Jam 2 siang ngerjain tugas. Jam 4 main sama temen. Jam 7 nonton TV sama keluarga. Jabarkan sedetail-detailnya. Seluruh janji, dengan orang lain terutama, harus diingat dan ditepati. Sekarang kan udah banyak HP yang support aplikasi agenda. Dengan demikian, setidaknya Anda sudah mencetak masa depan 1 hari Anda. Nggak akan bingung-bingung lagi dengan ramalan-saya-besok-ngapain.
Nggak seru donk kalau semua sudah direncanakan dari awal? Siapa bilang. Kan itu rencana ya rencana manusia. Akhirnya pun tetep Tuhan yang menentukan. Ketika jalan sesuai rencana, ya Alhamdulillah. Ketika nggak sesuai rencana, di situ baru muncul tantangannya, untuk tetap mempertahankan tujuan, atau mengalihkan ke tujuan yang lain. Intinya tetep, yaitu harus punya tujuan. Itu aja, daripada ngglambyar gak jelas.
Ya. Kesimpulannya, orang sukses bukanlah yang bisa meramal masa depan, tapi orang yang bisa dan berani untuk mencetak masa depannya sendiri, dengan rencana-rencana yang matang.

Sumber : http://blog.haqqi.net

Tentang Responsibility


Sedikit refleksi untuk semuanya
Hidup ini bisa dibilang cukup panjang, bisa dibilang sangat singkat. Yang pasti, hidup ini hanya sekali. Dan setiap kehidupan, terbagi menjadi masa-masa tertentu. Setiap masa hidup itu, kita sebagai manusia memiliki responsibility (tanggung jawab) yang berbeda-beda. Bisa jadi, semakin tua maka semakin berat pula responsibility yang kita miliki.
Post ini terinspirasi dari seminar AMA Malang kemarin, dengan pembicara Dr. Mochtar Riady, salah satu konglomerat Indonesia yang berasal dari Kota Malang. Saya akan sedikit melakukan refleksi tentang tanggung jawab kehidupan. Meskipun mungkin saya sama sekali belum menempuh setengah masa kehidupan saya, setidaknya saya bisa berpikir untuk masa depan.

Sejak lahir, kita sudah mempunyai tanggung jawab. Tertawa ketika senang, menangis ketika membutuhkan bantuan, sebagai bayi kita punya tanggung jawab untuk mengingatkan orang tua kita, untuk menyenangkan hati orang tua kita. Beranjak menjadi anak kecil, kita punya kewajiban untuk lebih berbakti kepada orang tua. Belajar berjalan, berbicara, membaca, menulis, menjadi tanggung jawab sebagai manusia.
Memasuki masa sekolah kita punya tanggung jawab tambahan sebagai murid. Murid yang harus mengerjakan segala tugas, murid yang harus mematuhi perintah guru, murid yang harus terus belajar. Kepercayaan orang tua yang sedang menanamkan investasi terbesarnya, menjadi tanggung jawab terberat sebagai anak.
Ketika adik lahir, tanggung jawab bertambah. Sebagaimana seorang kakak yang baik, tentu saja harus menjaga dan merawat sang adik. Mengalah, berbagi, mengajari, menjadi hal penting dalam mengemban tanggung jawab tersebut.
Ketika semakin banyak mengenal orang baru, kita mempunyai tanggung jawab tambahan untuk mengingatnya, setidaknya nama orang tersebut. Berusaha menyenangkan banyak orang memang juga tidak mudah, tapi itulah tanggung jawab sosial sebagai manusia. Semua harus melakukannya, untuk hubungan sosial yang lebih baik.
Semakin dewasa, tanggung jawab yang diemban justru semakin banyak. Sebagai pemegang jabatan suatu organisasi, tentu job description yang ada menjadi tanggung jawab tambahan. Punya teman baru, bertanggung jawab untuk tidak melupakan teman lama. Ikut berbagai kegiatan, tentu saja tanggung jawab bertambah.
Belum lagi saat sudah menikah, punya pasangan, dan punya anak. Orang tua juga bertambah banyak. Tentu saja, tanggung jawab semakin banyak lagi. Bagi yang sudah menyadari dirinya adalah bagian dari suatu kota, propinsi, negara, dan dunia, punya tanggung jawab publik yang sama rata di masyarakat. Menyelamatkan lingkungan adalah salah satunya.
Namun, semua masa hidup memiliki durasi yang sama, yaitu 24 jam. Bagaimana kita semua bisa tetap kuat bertahan mengemban tanggung jawab yang terus bertambah? Entahlah. Setiap orang tentu punya strategi yang berbeda dalam mengemban tanggung jawab masing-masing. Bagaimana dengan Anda?

Sumber : http://blog.haqqi.net

Menunda Kesenangan, Untuk Kesenangan yang Jauh Lebih Besar


Sedikit refleksi sederhana untuk masa depan
Tabung kesenangan hari ini, untuk kesenangan yang lebih besar nanti
Pernah nggak, denger dari orang-orang di sekitar Anda, pertanyaan seperti ini:
— Buat apa sih repot-repot gitu, hidup kan masih panjang?
— Daripada di depan komputer terus, kenapa nggak habisin waktu main-main sama teman aja tuh?
— Waaah, sibuk terus ya, kapan senang-senangnya tuh?
— Semangat banget kamu, tapi emang gak ada yang lebih asyik dikerjain?
Dan masih banyak lagi kata-kata serta pertanyaan yang sejenis dengan yang ada di atas. Kalau pernah, berarti menurut saya, Anda adalah orang yang beruntung. Mengapa? Karena nasib Anda setidaknya akan lebih baik daripada yang bertanya itu. Percayalah.
Saya sendiri juga beberapa kali menerima pertanyaan seperti itu. Justru saya pribadi merasa heran, kok bisa sih mereka bertanya seperti itu? Emang mereka nggak mau masa depan yang lebih baik dari yang lain?

Tapi sebelum tanya balik ke mereka, alangkah baiknya dijawab sedikit-sedikit pertanyaan sebelumnya. Dari belakang aja ya.
Semangat banget kamu, tapi emang gak ada yang lebih asyik dikerjain?
Asyik atau nggak, kan yang tahu cuma saya sendiri. Nggak mungkin donk bisa semangat kalau nggak asyik. Berarti bisa diambil kesimpulan kan, kalo ini itu asyik banget. Kenapa kok asyik? Karena saya tahu bahwa nantinya ini akan memberi suatu hasil long-term kepada diri saya pribadi dan orang-orang di sekitar saya.
Waaah, sibuk terus ya, kapan senang-senangnya tuh?
Kesibukan ini adalah salah satu cara saya bersenang-senang. Wong yang digarap loh juga hobi sendiri. Sesibuk apa pun, kalo ini adalah hobi, ya termasuk senang-senang kan. Lagian, saya ini sibuk kalau sedang nggak ada kesibukan. Haha, aneh ya? Maksudnya, seluang apa pun waktu saya, selalu saya usahakan untuk produktif. Itu mungkin yang bikin kesannya sibuk terus. Padahal loh nggak juga. :)
Daripada di depan komputer terus, kenapa nggak habisin waktu main-main sama teman aja tuh?
Waaah, ini belum kenal saya nih. Saya ini, tergabung dalam berbagai macem komunitas. Dari Blogger Ngalam, AMA Malang, Linux Malang, dan sebagainya. Teman-teman saya ada buanyak, yang kadang-kadang sampai bingung ikut ajakan yang mana. Belum lagi teman sekantor Mimi Creative yang punya acara segudang. Mulai dari renang tiap minggu, nonton bareng, dan sebagainya.
Perlu saya klarifikasi. Kalau nggak ada kerjaan yang urgent, saya cenderung lebih suka dolan sama teman-teman entah ke mana, daripada terus-terusan di depan komputer. Coba aja ajak saya hangout kapan aja. Besar kemungkinan saya akan join kalau emang nggak ada kerjaan urgent ataupun belum diajak hangout orang lain. Kalau emang lagi gak ada yang ngajak, ya menyibukkan diri lagi untuk menanam pupuk sukses masa depan donk. Hehe…
Buat apa sih repot-repot gitu, hidup kan masih panjang?
Ada setidaknya 2 jawaban atau pertanyaan balik untuk pertanyaan di atas. 1) Emang kita masih tahu kalau hidup kita masih panjang? 2) Justru karena masih panjang, biar hidup yang panjang itu bahagia dari saat setelah repot hingga akhir hayat.
Ya, saya repot-repot kerja keras di masa sekarang, tidak lain adalah untuk bekal hidup yang siapa tahu masih panjang itu. Daripada nanti waktu dikasih bener-bener hidup panjang malah gak ada apa-apanya. Untuk saat ini, kesenangan yang hanya murni kesenangan pribadi, sengaja saya pending dulu, untuk kesenangan yang jauh lebih besar nantinya. Insyaallah, meskipun sedikit ragu, saya akan tetap yakin.

Sumber : http://blog.haqqi.net

Tak Tega Mengekang Mereka


Mereka harusnya bisa terbang tinggi ke angkasa
Sejujurnya, saya ingin sekali memelihara seekor binatang. Kelinci, kucing, hamster, atau yang lainnya. Pernah dulu pelihara seekor kura-kura kecil, nggak beberapa hari lamanya sudah mati. Sempat dibuatkan kandang kelinci berisi beberapa ekor, mati karena kehujanan. Sepertinya saya tidak jodoh untuk memelihara binatang. Hehe…

Sekian lama tidak memelihara seekor binatang apa pun, membuat saya berpikir lain. Entah kenapa saya merasa kasihan pada binatang yang berada dalam sangkar atau kandang, yang semata-mata ada di sana hanya karena keegoisan seorang manusia.
Coba bayangkan Anda jadi seekor burung yang berada dalam sangkar kecil berukuran 30cm x 30cm dengan tinggi hanya 50cm, sementara Anda punya potensi untuk terbang tinggi. Bayangkan Anda ada di sana. Seberapa lama kah Anda bisa bertahan untuk tidak bosan dan berharap keluar secepatnya?
Mereka harusnya bisa berlarian di alam terbuka
Ngelihat kelinci yang ada di kandang yang hanya berukuran 10 kali besar tubuhnya, saya juga merasa miris. Apa yang bisa dilakukan dalam area sekecil itu? Jalan sedikit, sudah dinding kandang. Apa dunia hanya sebatas kandang? Tentu semakin membosankan bila tidak ada teman dalam satu kandang. Apa nggak kesepian tuh?
Lebih parah lagi ketika menyaksikan seekor monyet dipelihara dalam kandang yang mungkin tidak sampai sebesar toilet rumah Anda. Hanya kandang sebesar 1m x 1m x 2m saja. Ya, monyet yang dikatakan kecerdasannya paling mendekati manusia, ada dalam kandang tertutup. Dengan potensinya yang sebesar itu, dia hanya memanjat dari bagian dinding kandang satu ke dinding lain. Buat apa???
Saya yakin binatang juga diciptakan dengan perasaan. Saya berempati terhadap hal tersebut. Saya coba bayangkan diri saya jadi seperti mereka, terkurung dalam kandang kecil. Tidak, saya tidak mau.
Mereka harusnya bebas, hidup sesuai kodratnya di alam. Masih mending hukum alam yang kuat memakan yang lemah, daripada harus terkurung dalam sangkar. Apakah ini terjadi karena manusia terlalu kuat oleh akal dan keegoisannya?
Mereka harusnya bebas
Saya cukup suka dengan acara TV Kabel seperti Animal Planet atau sejenisnya, yang mendokumentasikan kehidupan hewan-hewan di alam liarnya. Harusnya mereka seperti itu, bebas.
Saya juga salut pada penggiat-penggiat kebebasan binatang seperti Pro Fauna dan WWF. Saya ingin terlibat di sana, sayangnya sekarang masih belum bisa.
Itulah kenapa saya sampai sekarang gak tega untuk memelihara hewan dalam sangkar lagi. Pingin banget sih punya kelinci, hamster, burung, dan sejenisnya. Tapi tidak bila mereka harus hidup dalam ruang kecil itu. Suatu saat, saya ingin membuat sebuah taman raksasa, yang mana hewan-hewan bisa berkeliaran sesuka mereka, dan saya bisa ikut bahagia dengan itu.
Bagaimana dengan Anda? Sudahkah membebaskan kekangan mereka?

Sumber : http://blog.haqqi.net